Rabu, 10 Oktober 2012

Buddha di Kalimantan Selatan.

Kerajaan Tanjung Puri


Kerajaan Tanjung Puri mulai berdiri sekitar abad  5- 6 masehi di kaki pegunungan Meratus dan ditepi sungai Tabalong, menjadikan Kerajaan ini sebagai kawasan strategis yang maju, disebut juga sebagai kerajaan Kahuripan. didirikan oleh orang -orang Melayu penganut Buddha yang datang dari Sriwijaya. Kerajaan Tanjung Puri merupakan kerajaan tertua di Kalimantan Selatan.

Dengan berjalannya waktu orang-orang Melayu yang ada di Tanjung Puri dan orang -orang Dayak setempat berbaur melakukan perkawinan, yang akhirnya menjadi cikal bakal suku Banjar.


Kerajaan Negara Dipa 


Kerajaan yang dibangun oleh orang-orang Jawa dari Kediri. selain mengembangkan budaya Jawa, kerajaan ini juga  menganut Hindu Buddha.
pada abad ke 14 muncul kerajaan Negara Daha.



Masa Sekarang 


Saat ini Agama Buddha dipeluk oleh sebagian Suku Dayak dusun Balangan yang mendiami perhuluan sungai Balangan di Kecamatan Juai dan Halong.


Candi di Kalimantan Selatan.
Candi Laras

Informasi mengenai Candi Laras saat ini dihubungkan dengan " Prasasti Kedukan Bukit " di Palembang bertahun 605 Saka/ 683 Masehi  berhuruf Palawa berisi keterangan Dapunta Hyang melakukan perjalanan suci dengan perahu dari Minangan Tamwan membawa dua laksa tentara ke Timur.

dan " Prasati Batung Batulis " berangka tahun 606 Saka didekat Candi Laras, berisi keterangan tentang datangnya Dapunta Hyang ke Candi Laras.

Juga ditemukan Patung Buddha Dipankara di dekat Candi Laras.




Penemuan kembali Borobudur


Thomas Stamford Raffles, gubernur Jenderal Hindia Belanda  memiliki ketertarikan pada peninggalan Jawa Kuno, saat kunjungannya ke Semarang tahun 1814, diberitahu adanya bangunan besar yang terdapat jauh didalam hutan dekat desa Bumisegoro

Karena kesibukan tugasnya, Raffles mengutus H.C. Cornelius seorang insinyur Belanda.

Bersama 200 orang bawahannya Cornelius menyelidiki, menebang pohon dan semak belukar di hutan itu dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur Borobudur, karena bahaya longsor Cornelius tidak dapat membersihkan semuanya, dan kemudian melaporkan penemuannya kepada Gubernur Jenderal Raffles.

Hartman, seorang pejabat Hindia Belanda di karesidenan Kedu kemudian melanjutkan pekerjaan Cornelius sebagai suatu minat pribadi, hingga tahun 1835 seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat




Foto pertama Borobudur Isidore Van Kinsbergen ( 1873 )

Stupa Puncak Borobudur Van Erp

Lukisan Karya G.B Hooijer (1916-1919 )  ilustrasi Borobudur di masa keemasan.

Agama Buddha di Nusantara

Penduduk  Nusantara  mulai memeluk  Ajaran  Buddha diperkirakan sejak awal abad masehi.

Peninggalan tertua  agama Buddha di Nusantara di temukan di Kerawang Jawa Barat, di situs percandian Batujaya , yang diperkirakan dibangun paling awal sekitar abad ke 2 masehi  dan di Sikedung, pantai barat Sulawesi dalam bentuk arca Buddha dengan corak Amarawati yang diperkirakan di buat sekitar  abad ke 3  sampai  ke 5 masehi.

Agama Buddha mengalami masa keemasan di Nusantara pada rentang abad ke 8 masehi  sampai abad ke 11 masehi , pada masa pembangunan Candi Borobudur , Candi Buddha terbesar didunia. dan pada masa Kerajaan Sriwijaya.

Dalam rentang abad ke 12 sampai ke 15, agama Buddha di Nusantara telah menemukan bentuk agama Buddha dengan corak khas Nusantara, bentuk agama Buddha yang tidak ditemukan di tempat lain.

Agama Buddha yang bersatu dengan adat dan budaya Nusantara  juga dengan sistem keyakinan yang ada di Nusantara pada masa itu.

Agama Buddha yang menyatu  secara harmonis dengan berbagai sistem keyakinan dan agama di Nusantara telah memunculkan semboyan " Bhineka Tunggal Ika " berbeda beda tetapi satu 
semboyan yang ditulis oleh Mpu Tantular , seorang pujangga penganut ajaran Buddha pada masa Majapahit. 

Semboyan yang melukiskan kehidupan beragama di Nusantara pada masa itu  walaupun  terdapat beraneka ragam keyakinan dan agama tetapi semuanya berjalan dengan harmonis.

Setelah abad ke 15 , bersamaan dengan runtuhnya  kerajaan kerajaan bercorak Hindu - Buddha di Nusantara, Agama Buddha turut mengalami masa surut

Agama Buddha tenggelam dari Bumi Nusantara selama 500 tahun, bersama dengan bangunan bangunan suci dan  naskah naskah sucinya.

Meskipun selama 500 tahun penduduk Nusantara secara formal tidak lagi memeluk agama Buddha, bukan berarti agama Buddha telah hilang tanpa sisa di Nusantara.  

Ajaran dan agama Buddha masih tersimpan dibenak sebagian penduduk Nusantara yang di wariskan secara turun temurun dari leluhur penganut ajaran Buddha di Nusantara meski tidak secara formal sebagai suatu bentuk agama.

Pada abad ke 20, warisan turun temurun dari  agama Buddha  yang tenggelam 500 tahun lalu, mulai muncul kembali di bumi Nusantara. 

Semboyan " Bhineka Tunggal Ika " mulai muncul kembali  dan menjadi pemersatu Bumi  Nusantara.

Munculnya kembali kata  " Pancasila " kalimat  yang tidak asing bagi seorang penganut ajaran Buddha, kata yang sama digunakan sebagai ideologi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Dan juga digunakannya Garuda sebagai lambang Negara, burung mitologi  dalam naskah -naskah  Hindu Buddha.












Candi Sewu , Klaten



Minggu, 05 Juni 2011

Candi Laras, Kalimantan Selatan

Letak candi ini tidak berada pada lokasi yang strategis, sehingga diperkirakan candi ini didirikan untuk maksud-maksud tertentu dan diperkirakan merupakan candi kenegaraan. Di dalam daerah yang berdekatan dengan candi ini, yaitu di daerah aliran sungai Amas ditemukan pula sebuah arca Buddha DÄ«pankara dan potongan batu yang bertuliskan aksara Pallawa yang berkaitan dengan agama Buddha, berbunyi "siddha" (selengkapnya seharusnya berbunyi "jaya siddha yatra" artinya "perjalanan ziarah yang mendapat berkat"). kalimat tersebut mengingatkan pada baris ke sepuluh prasasti kedukan bukit peninggalan kerajaan Sriwijaya abad ke 7 M "Sriwijaya jaya siddha yatra subhiksa". kemiripan kalimat pada kedua prasasti mungkin menunjukan adanya hubungan antara kerajaan Sriwijaya dengan Tapin. Berdasarkan penemuan benda arkeologi yang ditemukan situs ini berasal dari abad ke-8 atau ke-9.[1] Situs purbakala Candi Laras ini diperkirakan dibangun pada 1300 Masehi oleh Jimutawahana, keturunan Dapunta Hyang dari kerajaan Sriwijaya. Jimutawahana inilah yang diperkirakan sebagai nenek moyang warga Tapin.

Candi Bahal, Portibi, Sumatera Utara


Candi Muara Takus , Riau Sumatera